Saturday, September 7, 2013

Piano Tua di Sekolah Gue

suara miaw
Piano Tua di Sekolah

 Gue Kejadian ini gw alemin waktu gw masi skul, skitar taon 2002-2003an..
Waktu itu gw skul d singapore, nama skulahannya, Upper Serangoon Secondary School..
Skola paling tua di Singapore waktu itu, dari jaman belanda pun da ada, tapi sekarang uda diancurin, soalna kelewat tua...
Lokasi skul gw itu bener2 angker... Sebrang skolah gw itu ada kuburan kristen dan sbelah kuburan kristen itu ada kuburan islam.. Klo ga salah namanya bidadari christian cemetry dan bidadari muslim cemetry... D sbelah kiri skul gw ada tanah kosong bekas rumah sakit tua yang sudah diratakan.. Dan di belakangnya itu bekas tempat pembakaran mayat... Lokasinya ada ga jauh dari Potong Pasir MRT Station..

Nah sekilas tentang lokasinya dolo d yah...
Kejadian2 d skul gw ini banyak banget yang mistis...
Gw mulai dari apa yg gw alamin sendiri...
Di taon ke 3 gw skul dsana, gw dapet jabatan paling tinggi di salah satu eskulnya.. yaitu marching band... so, otomatis gw dan tmn2 gw yg senior yg dapet kepercayaan untuk ngurusin anggota, kunci ruangan band, de el el.. Ruangan band ini ada di lantai 3 skul gw d paling pojok dari bangunan.. hmmm sayap kiri dari skul gw yg dulu d...
D dalem ruangan band gw ini ada banyak alat2 music.. tapi yang paling menonjol itu pianonya... pianonya bisa dibilang tua banget, tapi berhubung anggaran skul gw kekna di korup ma kepala skolah gw wat bli mobil die (waktu itu die pake Subaru wrx impressa klo ga salah, yg kap mesin depannya ada lobangnya itu lowh), jadinya tu piano cm dibenerin doang... tapi suaranya masi bagus banget lowh, walaupun ada 1 2 tuts yg kadang2 sumbang... Denger2 dari instruktur band gw, gw orang diharuskan sudah selesai beraktifitas di ruangan tersebut sebelom maghrib.. yg pasti gw ga gt pusing knp dah soalnya biasanya klo udah nyampe jem sgt gw juga uda cape banget.. dan bawannya pengen pulang...

Waktu itu karena ada sedikit masalah ngurusin anggota, gw dan temen2 gw harus pulang agak telatan... Da jem 6 lewat... Para junior2 da pada pulang doloan, tinggal senior2nya doang neh yg mesti beresin tu ruangan, kunci , de el el... setelah selesai beres2, temen2 gw pada pergi k toilet sbelom pulang, tinggal gw sendiri d dalem tu ruangan... hawa di ruangan band gw itu bener2 beda klo sudah lewat di atas jem 6 sore... lampu keknya agak redup... dan ac jadi tambah lebih dingin... perasaan gw doang x ya? Bulu kuduk gw mulai merinding entah kenapa... dan ne hati mulai dag dig dug ga karuan entah kenapa juga... takut banget sumpah... gw langsung lempar2in tas tasnya tmen gw k luar ruangan dan pengen cepet2 konci tu ruangan n cpet2 balik....
waktu gw konci tu ruangan, dari luar lah pastinya, gw denger suara piano diamenin walaupun ga ada orang di dalem... Frozen stood gw... Ga bisa gerak... pengen lari ga bisa... walaupun kaya begitu, tapi gw tetep ngedenger tu lagu.. mau ga mau... Akhirnya temen gw yang dari wc tereak manggil gw... Akhirnya gw bisa kabur jg dari depan pintu ruangan band gw itu... Akhirnya temen2 gw yg konci pintunya... Ga lama gw langsung balik soalna takut klo nginget2 kejadian yg tadi.... Alhasil, panas dingin 2 hari dah eke...

Setelah masuk lge, gw tanya tentang piano ene ke instruktur band gw yg uda ngajar agak lama dskul gw itu... Ternyata, dulu banget ada anak band dari skul gw, cewek, mati karena sakit (ga tau sakit apa, lupa nanya) sebelom dia manggung... katanya instruktur gw ini, ne cewek bener2 berbakat maen piano... Tapi sebelom she's making her first debut, dia meninggal... Instruktur gw pun pernah beberapa kali dikunjungi oleh mainan pianonya dia... mangkanya dia selalu wanti2 gw orang tuk pulang sebelom maghrib...

setelah itu gw kapok pulang terlalu sore... maks jem 5 dah beres trus balek....
Ceritanya sampe sini dulu ya....
maap klo kepanjangan/jelek...

Gunung Gede

suara miaw
Tersesat di Gunung Gede

Assalamuallaikum warrahmatullahi wabarrakathu. Aku Zaky, ini adalah cerita ketigaku di blog ini. Aku ingin menceritakan pengalaman pribadiku pada bulan Desember kemarin, tepatnya pada tanggal 31 desember.

Sebelumnya aku dan kelima temanku (Oki, Ahmad, Rivan, Trisno dan Ghofur) berencana untuk merayakan pergantian tahun di puncak gunung gede. Pada saat pendakian sampai kami merayakan malam pergantian tahun, kami tidak terlalu mengalami hal-hal yang aneh, meskipun sesekali terdengar seperti ada suara bebek di tengah malam. Hingga akhirnya, pada saat kita turun gunung, kamipun sempat beristirahat di sebuah tempat seperti lapangan yang luas, dan aku melihat jam menunjukan pukul 15.00. Setelah 10 menitan kami beristirahat, kamipun melanjutkan perjalanan.

Saat itu aku kebelet untuk buang air kecil, dan akupun buang air kecil dibawah pohon yang tidak terlalu tinggi, dan pohonnyapun kering. Dibawah pohon itu ada sebuah lubang yang tidak terlalu besar dan aku mengencinginya. Setelah selesai, tiba-tiba seperti ada yang masuk ke mataku, 1 menit aku memejamkan mata, akupun merasa aneh, sepertinya aku ditinggal temanku. Aku terus mencari temanku, hingga haripun mulai gelap. Aku yang hanya ditemani cahaya dari senterku terus menelusuri jalan yang gelap dengan sedikit berlinang air mata..

Tiba-tiba saja, dari kejauhan aku menemukan cahaya lampu. Yah lampu rumah penduduk yang hanya ada 8 rumah disana. Akupun kembali lega dan berjalan menuju rumah penduduk itu yang berbentuk seperti rumah panggung. Setelah sampai, aku langsung mengetuk pintu, dan keluarlah dari balik pintu seorang nenek yang belum terlalu tua dengan senyum ramahnya. Nenek itupun yang bernama nenek Jamilah mempersilahkanku masuk dan akupun menceritakan apa yang baru saja aku alami dan berencana untuk menginap satu malam disini. Menurut nenek Jamilah memang banyak pendaki yang sering tersesat di gunung ini jika kita berlaku tidak sopan atau sesumbar. Setelah nenek Jamilah memasak, akupun makan bersama nenek Jamilah dan cucu wanitanya yang kira-kira berumur 15th, setelah makan akupun pamit tidur untuk keesokan harinya mencari temanku.

Malampun berganti pagi, akupun bangun dan segera bersiap-siap. Nenek Jamilah menawariku makan tapi aku menolaknya dengan dalih aku harus buru-buru mencari temanku. Akhirnya nenek Jamilahpun membekalkan makanan yang disimpan di dalam boboko (tempat nasi) kepadaku. Setelah aku siap, akupun berpamitan dan nenek Jamilahpun memberikan aku satu batang emas, yah satu batang emas yang sangat berkilau. Akupun tertegun dan menerimanya begitu saja. Akupun berpamitan dan nenek Jamilah mengingatkan sesuatu padaku "Nanti didepan kalau udah lewatin deretan pohon bambu, kamu jangan noleh kebelakang". Akupun pergi dan setelah melewati pohon bambu yang nenek Jamilah maksud, rasa penasarankupun muncul dan aku menoleh kebelakang..

Astaga... sekarang yang terlihat olehku adalah pohon beringin tua besar dan dikelilingi oleh kuburan-kuburan yang tua tak terurus. Batinku bicara.. dimana rumah rumah panggung tadi? dan dimana nenek Jamilah bersama cucunya itu? Dalam kepanikanku tiba-tiba saja seperti ada yang merayap di tanganku. Setelah aku lihat.. hahhh, sekumpulan belatung keluar dari dalam boboko. Spontan aku lempar boboko itu, dan ternyata dalam boboko itu isinya adalah belatung yang sangat banyak dan jari-jari manusia, serta batangan emas yang nenek Jamilah berikan padaku berubah menjadi batang pohon pisang yang telah membusuk.

Akupun lemas, dan sayup-sayup mataku tertutup, hingga akhirnya aku terbangun oleh teriakan seseorang yang memanggil namaku. Dalam kejauhan aku melihat temanku Rifan, Oki, dan Ahmad yang berlari kearahku dan memelukku erat. Temanku Ahmad berkata, "Kamu kemana aja? kami udah satu Minggu mencari kamu". Hahhh?? satu Minggu? padahal aku merasakannya hanya satu malam.

Di Gunung Semeru

suara miaw
Mendaki Bersama Mayat yang Hilang Di Gunung Semeru

Ini merupakan kisah nyata yang saya alami ketika ikut menjadi
anggota pencinta alam di Madiun. Sekitar bulan Agustus tahun lalu, saya bersama
dengan beberapa teman berencana untuk melakukan ekspedisi ke Gunung Semeru.
Kebetulan saat itu saya yang ditugaskan menjadi pimpin rombongan yang terdiri
dari 5 orang ditambah seekor anjing untuk berjaga-jaga. Diantara kelima orang
itu, hanya saya satu-satunya wanita yang ikut dalam ekspeditu itu.

Sebelum memulai pendakian, di kaki Gunung Semeru kami sempat bertemu dengan
seorang wanita yang berpakaian lengkap ala seorang pendaki. Rupanya wanita yang
mengaku bernama Santi itu berniat untuk melakukan pendakian seorang diri. Merasa
sama-sama hendak mendaki, akhirnya saya menawarkan pada Santi untuk bergabung
dengan rombongan saya. Pada awalnya beberapa anggota saya sempat keberatan
menerima gadis yang masih belia itu untuk bergabung. Namun setelah saya memberi
pengertian sambil memaksa, akhirnya rekan-rekan saya dapat menerima kehadiran
gadis tersebut dalam kelompok kami.

Selama perjalanan terlihat kalau Santi termasuk wanita yang suka bergaul. Tak
heran dalam waktu yang relatif singkat kami sudah dapat saling bercanda.
Sehingga perjalanan yang seharusnya terasa berat itu kami rasakan menjadi
ringan. Tak terasa hari mulai gelap, karena jalan yang kami lewati mulai
diselimuti dengan kabut, akhirnya kami sepakat untuk istirahat dan meneruskan
perjalanan itu pada esok hari.

Malam itu kami mendirikan beberapa tenda untuk tempat beristirahat. Karena Santi
wanita, saya memerintahkan agar ia tidur bersama saya di dalam satu tenda.
Sesuai kebiasaan, kami menugaskan salah seorang dari kelompok kami untuk
berjaga-jaga dari serangan binatang buas. Kebetulan saat itu yang mendapat tugas
untuk menjaga adalah rekan saya yang bernama Robi dengan ditemani oleh seekor
anjing.

Saat kami sedang terlelap oleh dinginnya malam, Robi memanfaatkan untuk
melakukan sholat malam hari. Setelah selesai melaksanakan sholat itu, sekilas
Robi melihat bayangan Santi saat keluar dari tenda saya. Merasa curuiga,
diam-diam Robi yang ditemani oleh seekor anjing berusaha membuntuti kemana Santi
pergi. Rasa penasaran yang besar disertai perasaan khawatir akan keselamatan
gadis itu, membuat Robi terus mengikuti jejak Santi yang mulai ditutupi dengan
kegelapan malam.

Ketika tiba di suatu tempat, tiba-tiba bayangan Santi menghilang seketika
disertai dengan kelakuan anjing kami yang mulai gelisah dan melolong terus
menerus. Merasa panik kehilangan Santi, membuat Robi memutuskan untuk
membangunkan kami semua untuk sesegera mungkin melakukan pencarian. Tapi setelah
sekian lama mencari, hasilnya tetap saja sia-sia. Apalagi kodisi cuaca makin
bertambah dingin dan gelap. Karena kondisi alam sudah tak memungkinkan, akhirnya
kami menunda pencarian dan akan melanjutkan esok hari.

Keesokkan harinya, kami kembali meneruskan pencarian. Dalam pencarian tersebut
saya membagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok terdiri dari Robi dan Nano,
sedangkan kelompak kedua terdiri dari saya sendiri, Heri, dan Agus. Selanjutnya
kami mulai melakukan penyisiran secara terpisah ditempat gadis itu menghilang.
Setelah sekian lama melakukan pencarian, akhirnya kelompok yang saya pimpin
sampai pada bibir jurang Gunung Semeru. Di dasar jurang itu, saya dengan
beberapa rekan melihat ada sebuah tas ransel yang tergeletak. Ketika dengan
seksama kami memperhatikan warna dan jenis tas tersebut, sepertinya ransel itu
sama seperti yang dipakai oleh Santi.

Rasa penasaran yang besar membuat kami memutuskan untuk menuruni jurang
tersebut. Katika sampai di dasar jurang, tak jauh dari ransel itu kami menemukan
seorang mayat wanita yang sudah bau dan membusuk. Untuk mengetahui lebih jelas
siapa gerangan mayat itu, akhirnya kami memutuskan untuk membawanya turun ke
kaki Gunung Semeru dan melaporkan kejadian ini pada tim SAR yang ada disana.
Setelah sampai di bawah, para penjaga gunung itu langsung melakukan pemeriksaan
terhadap mayat Santi. Setelah mendapat keterangan dari tim SAR, kami benar-benar
kaget. Karena mayat yang kami temukan sudah sebulan lebih dicari-cari oleh
mereka. Mendengar keterangan dari para penjaga gunung itu saya langsung terduduk
lemas. Ternyata Santi yang selama pendakian bergabung dengan kami adalah mayat
yang sedang dicari-cari.

GUNUNG SALAK

suara miaw
KISAH MISTERI, DI KUNTIT DEDEMIT GUNUNG SALAK

Gara-gara ada salah seorang peserta wanita yang membuang pembalut sembarangan, rombongan pecinta alam itu mengalami rentetan kejadian aneh. Bahkan, si peserta yang membuang pembalutnya itu terus dikuntit oleh dedemit gunung Salak. Apa yang terjadi selanjutnya…?

Sebagai seorang pendaki, banyak kejadian mistik yang kualami ketika aku mendaki gunung. Tapi, kisah yang kutulis ini adalah yang paling menyeramkan dalam riwayat pendakianku ke sejumlah gunung. Peristiwa ini menyebabkan trauma selama 1 tahun lebih. Berikut kisahnya:....................

Seperti biasa, setiap tahun organisasi kami, Mahasiswa Pecinta Alam, pada sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta, selalu mengadakan diklat atau pelatihan untuk calon anggota baru. Kali ini, kegiatan tersebut diadakan di gunung Salak, Sukabumi.

Dari awal pemberangkatan menuju lokasi pertama, keadaan baik-baik saja. Semua berjalan sesuai schedule yang telah ditetapkan panitia. Kebetulan, aku menjadi mentor pembimbing untuk 1 grup, yang terdiri dari Keni, Irfan dan Agung. Tugasku adalah mengawasi dan membimbing mereka selama dalam pendakian. Sedangkan 2 grup lagi, dipimpin oleh Bayu dan Hendi. Jumlah peserta termasuk senior dan panitia tak kurang dari 20 orang.

Perjalanan menuju lokasi pendakian pertama ditempuh sekitar 2 Km. Itupun baru tahap pemanasan. Para catas (istilah untuk calon anggota) harus berjalan sejauh 2 Km. dengan membawa beban carrier rata-rata 9 – 12 Kg/orang. Selama dalam perjalanan, tampak sekali aku lihat para catas ini sangat kelelahan. Apalagi Keni yang kebetulan catas wanita satu-satunya. Ketika perjalanan mulai memasuki perhutanan, terjadi sedikit kekacauan pada Keni. Tiba-tiba dia ketakutan sambil memegang tangan rekan sesama cates.

“Ada apa Ken?” tanyaku, agak jengkel juga.
“Lihat, Kak Ida! Di sana ada orang tinggi besar menghadang jalan kita,” jawab Keni.
Tangannya gemetar menunjuk ke depan. Tapi aku dan yang lainnya tidak melihat orang yang dimaksudnya. “Mana Ken, kamu jangan bercanda ya. Ayo, kita jalan lagi!” perintahku.
“Tidak…tidak! Aku takut, Kak!” bantah Keni, setengah merengek.
“Kalau kamu tidak melanjutkan pendidikan ini, kamu batal jadi catas. Lagian kamu jangan nyusahin gitu, dong!” kataku mengingatkan. Keni hampir menangis. Untunglah, karena bujukan dari beberapa teman catas dan semangat dari para senior, akhirnya dia mau melanjutkan perjalanan.

Untuk menuju titik pendakian pertama, jalan yang kami lalui sudah sedikit sulit, apalagi para senior cowok harus membuka jalur terlebih dahulu. Ditambah lagi rute yang becek dan licin karena seringnya turun hujan. Ketika hari menjelang sore, kami harus mencari lokasi peristirahatan. Setelah mendapat lokasi yang cukup baik, kami mulai memasang tenda. Ada sebagian yang membuat makan malam, dan tak lupa membuat perapian untuk penerangan dan menghangatkan badan. Setelah rapi semuanya, para senior mengumpulkan catas untuk evaluasi dan pelaksanaan jadwal besok hari. Waktu itu, jelas sekali kulihat wajah Keni yang pucat dengan pandangan kosong.

“Kamu kenapa, Ken?” tanyaku, tapi Keni diam saja.
Untuk kedua kalinya aku bertanya, “He, ngapain kami bengong saja. Masuk nggak tuh pelajaran?” bentak Jawir sebagai panitia pelaksana lapangan.
Keni tersentak kaget. “I…iya, Kak!” geragapnya.

Setelah evaluasi selesai, para catas dipersilahkan kembali ke tendanya masing-masing. Begitu juga dengan para senior. Namun, belum sampai setengah jam kami beristirahat, tiba-tiba terdengar suara Keni berteriak keras. “Tolooong…!!” Sontak kami berhamburan keluar menghampiri tendanya. Apa yang terjadi? Kami melihat wajah Keni berubah menyeramkan. Matanya melotot ke atas. Ketika salah seorang dari kami menanyakan keadaannya, tiba-tiba Keni malah tertawa keras. Namun, itu bukan suara tawanya yang asli. Tawa itu seperti suara seorang lelaki. Lebih aneh lagi, Keni juga bisa tertawa dengan suara wanita cekikikkan mirip Mak Lampir dalam sintron. Akhirnya, kami sadar kalau Keni kerasukan.

“Siapa kamu ini sebenarnya?” tanya Jawir yang memang paling senior dari kami.
Keni tertawa dan menyeringai. “Aing nu boga tempat ieu (aku yang punya tempat ini),” jawabnya dengan suara bariton yang berat milik laki-laki.
“Kami mohon maaf apabila berbuat kesalahan. Tapi tolong bebaskan teman kami ini. Dia tidak tahu apa-apa,” bujuk Jawir.

Keni hanya diam. Anehnya, beberapa saat kemudian Keni berubah tenang. Namun, ketika aku memintanya itirahat di dalam tenda, tiba-tiba Keni kembali lagi berteriak dan meronta-ronta. Sontak Jawir mendekap tubuh Keni. Bahkan karena takut terjadi sesuatu, kami bersepakat mengikat kaki dan tangan Keni. Ya, kami takut Keni akan lari dan masuk jurang. Sampai pagi harinya, kami tidak tidur hanya menunggui Keni yang sebentar-bentar kerasukan dan mengamuk. Namun, karena schedule harus dilaksanakan, maka kami harus berkemas untuk menuju lokasi berikutnya.

Kali ini, rute yang kami tempuh sangat sulit. Hujan yang turun mengakibatkan jalan setapak becek dan licin, sehingga kami harus ekstra hati-hati. Karena sulitnya medan, perjalanan kami jadi sangat lambat dan melelahkan. Akhirnya kami memilih berhenti ketika melihat Keni tiba-tiba terjatuh. Beberapa peserta lelaki membopong tubuh Keni yang terjatuh. Anehnya, Keni meronta-ronta sambil mendengus seperti seekor harimau. “Aku suka dengan anak ini!” kata makhluk itu dengan suara sangat menakutkan.

Kami kembali sibuk mengurusi Keni. Rupanya demit ini menyukai Keni dan selalu mengikutinya.
Dengan sisa-sisa keberanian para senior bergantian mengintrogasi si demit yang tentu saja dengan bahasa Sunda. Akhirnya, diketahui mengapa demit itu selalu mengikuti Keni. Rupanya, Keni telah membuang bekas pembalut sembarangan. Demit tersebut sangat bandel, tidak bisa disuruh keluar. Hal ini memaksa Sapri, senior yang mengerti spiritual mengusir dengan doa-doa. Tetapi tetap saja demit itu bersamayam di tubuh Keni.

Aku yang tak tega melihat Keni, langsung membacakan doa-doa ditelinganya. Ketika baru selesai, tiba-tiba mata Keni melotot ke arahku sambil tertawa dengan suara lelaki yang mengeramkan. “Kamu gadis cantik sekali…!” kata demit yang bersemayam dalam tubuh Keni. Sontak aku menjauhi Keni, karena dia sepertinya ingin menyentuhku. Dengan sigap pula Ema, teman seniorku, langsung menutup mata Keni karena pandangannya tak lepas dariku.

Karena keadaan Keni yang tambah buruk, pendakian akhirnya kamu tunda. Kami pun kembali membuka tenda. Jadwal yang telah disusun tidak terlaksana dengan baik. Pagi harinya, tepatnya hari ketiga, kami kembali lagi berkemas untuk menuju lokasi berikutnya. Sebelum berangkat Hendi, teman kami, melihat ada seekor anjing berbulu putih di balik semak-semak.

“Aneh, kok ada anjing hutan menghampiri tenda kita?” tanya Hendi.
“Mungkin saja dia mencium makanan yang kita bawa,” jawab Sapri.
Tanpa menaruh curiga, kami pun segera melanjutkan pendakian. Kali ini pendakian benar-benar sulit. Selain cuaca yang tidak mendukung karena hujan turun dengan lebatnya, juga kondisi peserta yang mulai kurang vit. Hal yang tidak masuk akal, di tengah perjalanan, dan derasnya hujan yang memaksa kami harus ekstra hati-hati itu, aku dikagetkan dengan kemunculan Keni yang tiba-tiba berjalan dengan cepat dan sudah berada di depanku.

“Yang lainnya mana, Ken?” tanyaku, tanpa menaruh curiga.
“Mereka masih jauh, Kak. Ayo, kita jalan duluan dan tetap semangat, Kak!”
Kata-kata Keni ini membuatku heran dan penasaran. Namun, aku hanya terdiam sambil terus berdoa memohon perlindungan Yang Maha Kuasa. Akhirnya, aku dan Keni menyusul rombongan terdepan. Tapi aku heran karena semak yang kami pangkas untuk dilewati, bisa tertutup kembali dengan sendirinya.

“Kita tunggu yang lainnya,” kata Jawir yang sudah berhasil aku susul bersama Keni. Tak berapa lama, rombongan paling belakang telah sampai.
“Bagaimana ini, jalur yang sudah dipangkas, kok bisa tertutup kembali?” tanya Jawir ke Eko sebagai ketua rombongan.
“Sudahlah, kita pangkas lagi di tempat yang tadi juga!” ujar Eko yang mencoba tetap tenang.
Seringnya terjadi keanehan, membuat kami harus berjalan beriringan jangan sampai terpisah jauh. Karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Sementara itu, sambil terus berdoa, tak sedetikpun pengawasanku lepas dari Keni yang kulihat ada kejanggalan pada dirinya. Karena kondisi yang tak memungkinkan dan haripun menjelang sore, kembali kami membuka tenda di lokasi yang tidak sesuai rencana kami sebelumnya.

Hari keempat ini kami mengalami pendakian yang letihnya tiada tara. Ketika hari menjelang Maghrib, tiba-tiba kembali tubuh Keni dirasuki demit yang selalu mengikutinya. Keni meronta-ronta dan menendangi siapa saja yang dekat dengannya. Untunglah, Jawir dan Sapri dengan sigap menelikung tubuh Keni yang kecil itu. Karena tenaga Keni berubah sangat kuat, maka para senior dan para catas pun ikut memeganginya. Mereka membopong Keni ke tenda panitia yang lebih besar. Apa yang terjadi selanjutnya?

Sangat sulit dibayangkan. Tubuh Keni terus meronta dan menendangi sambil terus mengoceh dalam bahasa Sunda. Tujuh tenaga lelaki tak sanggup menahannya. Setelah tak ada yang sanggup memegangginya, sbentar-bentar tubuh Keni terangkat ke atas dan melayang-layang, seperti tertarik oleh kekuatan tak kasat mata. Beberapa teman senior berusaha menahannya. Keni berteriak keras dan tentu saja membuat kami yang wanita menangis histeris.
“Tolong….jangan bawa aku!” teriak Keni.

Kenyataan yang tak masuk akal terus saja terjadi. Keni seperti mengalami penyiksaan. Sebentar tubuhnya melayang, namun sebentar kemudian jatuh terempas ke tanah. Melihat kejadian ini, tak henti-hentinya kami mengumandangkan takbir. Sedang aku sendiri tak tahu lagi harus berbuat apa. Aku hanya bisa menangis sejadi-jadinya.

Sampai lewat tengah malam, demit itu seolah terus menyiksanya, bahkan lebih sadis lagi. Kali ini, kemarahan sang iblis tak terbendung lagi. Wanita mana saja lengah, pasti akan diserang. Aneh sekali! Walaupun dalam penyiksaan yang tiada tara, tapi terkadang Keni tersadar bila demit itu keluar dari tubuhnya.
“Ema..awas dia mau masuk ke tubuh kamu!” teriak Keni memperingatkan Ema. Kesal dengan peringatan itu, membuat demit itu marah luar biasa. Kembali dia menyiksa Keni dengan ulahnya yang semakin menjadi-jadi.

Mony yang sedari tadi sibuk dengan komat-kamitnya dengan spontan langsung mengumandangkan adzan pada jam setengah tiga pagi. Tiba-tiba keadaan menjadi hening, karena suara adzan. Kami yakin demit itu takut dengan adzan. Dia mungkin telah pergi meninggalkan tubuh Keni. Alhamdulillah, kami bersyukur karena Allah masih melindungi kami. Tapi, dugaan kami salah. Sepertinya demit itu sadar, kalau dia hanya dikerjai oleh adzan Mony. Dia kembali dengan ganas dan menyiksa Keni, bahkan kali ini tak luput Mony kena sedikit bogemnya.

“He, kamu tidak takut dengan Allah?!” bentak Jawir.
“Tidak!” jawab demit itu meminjam mulut Keni.
“Masuk neraka kamu! Kafir kamu!” susul Sapri.
Iblis malah tertawa dengan sangat menyeramkan.

Pagi harinya, kami selaku panitia memutuskan untuk kembali turun mencari perumahan penduduk, dengan maksud untuk menyelamatkan Keni, karena walaupun hari telah pagi, demit itu tetap mengikuti dan menyiksa Keni. Perjalanan turun diwarnai dengan pertarungan yang hebat, bahkan aku yang berlari paling belakang sempat carrier ditarik demit sialan itu, hampir-hampir aku terjerembab jatuh.

Bahkan, lewat mulit Keni demit itu mengancam bila telah lewat siang hari dia akan mengundang teman-temannya yang lebih banyak lagi. Ketika kami hampir sampai di pemukiman penduduk, tiba-tiba demit sial berpindah merasuki tubuh Rani.
“Jangan….!” teriak Rani sambil menangis histeris. Rupanya, dengan jelas Rani melihat makhluk tinggi besar hitam dan berambut panjang itu. Karena tersadar, demit itu tidak berhasil merasuki tubuh Rani.

Singkat cerita, akhirnya Keni ditangani salah seorang supranturalis di kaki gunung Salak. Setelah ditangani, keadaan Keni mulai tenang dan tidak kacau lagi. Setelah itu kami memutuskan untuk segera kembali ke Jakarta. Syukur Alhamdulillah, demit itu sudah tidak mengganggu lagi.

Dalam perjalanan pulang, aku yang tertidur di bus bermimpi Keni diikuti demit itu sambil menyeringai ke arahku. Sontak aku terbangun. Rupanya, Keni kembali mengamuk di bus. Sampai di kampus, Keni langsung dibawa ke orang pintar. Orang pintar tersebut mengatakan, bahwa makhluk itu dulunya seorang jawara sakti dan melarikan diri ke gunung Salak sebagai tempatnya yang baru. Keni disukai makhluk jahanam ini, karena akan dijadikan pendamping di alam kegelapan. Karena itulah, ke mana pun dia pergi, makhluk itu akan mengikutinya.

Saat berusaha mengobati Keni, orang pintar tersebut menyuruh makhluk itu untuk kembali ke asalnya, tapi dia tidak mau kalau tidak di antar. Sudah barang tentu, tak satupun teman-teman yang mau mengantar, karena kami takut itu hanya jebakan saja. Dengan kejadian tersebut, salama satu tahun lebih, aku merasa diikuti oleh makhluk itu. Sampai-sampai ke kamar mandi pun harus ditemani oleh kakak atau ibuku.

Sampai kini aku tidak tahu bagaimana nasib Keni selanjutnya. Namun, sempat kudengar kabar bahwa dia menjadi seorang muslimah yang taat. Mungkin, hanya dengan pilihan ini dia bisa melakukan penyembuhan untuk dirinya.

PENAMPAKAN POCONG DIKEMAHKU

suara miaw
PENAMPAKAN POCONG DIKEMAHKU

Malam itu diluar tenda situasi gerimis dan anginpun bertiup kencang. Saat itu juga aroma bau busuk menyengat hidung Kami.
Sekitar jam 09.00 saya berserta Hari, Dodi dan Rengga akhirnya selesai juga membangun tenda buat istirahat nanti malam. Setelah pukul 11.00 siang, aku sama Rengga berjalan untuk melihat sekeliling tenda dengan pemandangan yang luar biasa kealamannya dan menikmati sejuknya udara pegunungan yang masih segar untuk dirasakan. Dalam pandanganku sambil hati merasa tenang dari nyanyi suara burung yang berkicau dialam bebas kakiku tiba-tiba merasa menginjak tumpukan bantu yang lumayan bikin aku heran.
"Loh, tumpukan batu ini kayak bentuk kuburan..." Kataku pada Rengga yang meliahatnya juga.
"Iya itu... Han, mirip banget. Jangan-jangan ini benar kuburan Han" Jawab Rengga sambil bertanya.
"Udah lah kita balik lagi ketenda hayuk... Kasian Dodi sama Hari takut nyari-nyari" Ajakku langsung mengajak Rengga untuk balik ketenda lagi.
Memang Dodi sama Hari tidak ikut bersamaku keliling-keliling lihat pemandangan. Dia berdua memilih tinggal ditenda untuk istirahat. Aku sama Rengga pulang menuju tenda. Setiba ditenda, terlihat cuman Dodi seorang diri yang lagi menyiapkan tempat memasak dari ranting kayu yang cukup besar dengan di silang tiga kayu ranting itu.
"Dod... Lagi bikin apaan?" Tanya Rengga.
Dodi melirik kearah Rengga sambil meneruskan lagi pekerjaannya.
"Buat tempat masak lah..." Jawab Dodi.
Beberapa menit Haripun datang dengan membawa ranting-ranting kayu untuk dibakar dan sebagian kayu yang dibawa Hari ada yang lumayan besar. Pukul 04.30 kami mulai memasak sedaanya dan sebisa kami.
Setelah selesai kami masak dan makan sore, cuaca menjadi grimis dan angin bertiup sangat kencang akhirnya kami berempat masuk kedalam tenda untuk berteduh, kebetulan juga hari mulai gelap jadi kami memutuskan untuk malam pertama istirahat dulu nati malam selanjutnya baru lah menikmati indahnya malam dipegunungan. Entah kenapa dan ada apa secara tiba-tiba rasa ngantuk menyelimuti kami, rasa ngantuk itu sulit kami kalahkan. Dodi dan Hari sudah tertidur lelap, kini tinggal aku sama Rengga yang belum tidur. Hujan diluar tenda semakin lama semakin deras, hingga petir begelegar diangkasa bebas, namun rasa ngantuk terasa impas oleh suara petir yang bergema-gema. Malam semakin larut hujan pun tak kujung reda, tetapi lumayan hujan menjadi grimis kembali. Termenung termelongo sesaat mencium aroma yang tidak sedap dihidung.
"Rengga kamu kentut ya?" Tanyaku karena mencium sesuatu yang kurang berkenan dalam hidung.
"Siapa yang ketut..." Jawab Rengga sedikit tersinggung.
Apa mungkin yang kentut antara Hari atau Dodi yang sudah tertidur lelap dari tadi. Maklumlah biasanya orang yang lagi tidur terus kentut bau gasnya seperti bau bangkai.
"Terus bau bangkai darimana datangnya?" Tanyaku lagi.
Rengga cuman menatap heran dan sedikit bengong dengan pertanyaanku.
"Yalah... Ga malah bengong orang ditanya." Tambahku.
"Aku juga mencium bau bangkai Han... Tapi ini bukan bau kentut, kayaknya bau dari luar tenda Han." Jawab Rengga dengan penuh keyakinan.
Lantas aku mengambil senter untuk melihat sekeliling luar tenda. Tirai pintu tenda untuk keluar aku buka, hembusan angin malam yang dingin menusuk pori-pori. Ku amati sekeliling tenda tidak ada bangkai sama sekali tetapi setiba sinar senter mengarah ke selatan cahaya sinar dari senter menemukan sesuatu sosok yang terbungkus kain putih dengan berdiri tegak menghadapku. Raut wajahnya sudah tidak karuan alis membusuk dan tatapan mata melotot kearahku sehingga aku terkujur kaku tak bisa berkutik dalam sesaat situasi itu. Tak lama aku lari terbirit-birit kearah tenda sampai beberapa kali jatuh terpontang panting dengan rasa takut itu sampai-sampai senter dalam peganganku terlempar entah kemana. Tak banyak pikir aku langsung menorobos tirai tenda masuk dan tergesa-gesa aku langsung ambil sarung dengan menkurungkannya keseluruh badanku berposisi gemetar ketakutan. Rengga pun terkejut dengan tingkah laku yang ampir saja terluluh dengan kakiku selagi menorobos tenda.
"Han... Ada apa?" Tanya Rengga penuh penasaran itu.
Aku tak bisa menjawab hanya bisa berdoa dalam batinku. Hari dan Dodi pun terbangun dalam tidur pulasnya karena mendengan teriakanku yang minta tolong.
"Ada apa Ngga... Sama Handi?" Tanya Hari pada Rengga.
"Entah tuh Handi, kayak ketakutan sehabis dikejar-kejar setan masuk tenda langsung terobas saja ampir nabrak aku." Jawab Rengga dengan nada menggurutu karena kesal dengan tingkahku.
Ketiga sahabatku mulai diam dengan adanya suara tertawa diluar tenda. Mereka bertika saling tatap mata dan saling bengong karena suara tawa itu terus menerus terdengar ditelinga. Angin bertambah kencang sampai tenda pun akan terbawa terbang. Ketiga sahabatku mulai merasakan apa yang aku lihat barusan tadi, mereka pun ikut-ikutan sembunyi didalam sarungnya masing-masing dengan saling mendekap ketakutan. Suara tawa yang cekikian terus menerus menghantui perasaan kami berempat, sampai akhirnya dengan tiba-tiba tenda kami terbang entah kenapa. Kami berempat langsung bangun mendadak karena begitu mudahnya tenda kami terbawa angin. Namun dari pandangan kami didepan telah nampak sosok pocong didepan kami berempat, wajah busuk dengan mata melotot yang mengandung arti pocong itu lagi marah. Bisa terjadi kemarahan sosok pocong itu akibat terganggu sewaktu siang aku tidak sengaja menginjak kuburan batu dengan pergi tanpa pamit. Dengan hitungan detik dari penampakan sosok pocong, kami berempat tidak sadarkan diri sampai pagi tiba wajahku terbangun kembali akibat silaunya cahaya mentari dipagi hari yang menghangatkan seluruh tubuhku ini. Setelah kami bangun tersadar akan apa yang terjadi semalaman tak banyak pikir kami meninggalkan tempat itu dengan barang alat tenda kami tinggalkan begitu saja. Setiba diperkampung yang pertama kami lewati dari perjalanan meninggalkan pegunungan itu. Kami berhenti disebuah warung kecil untuk mengisi perut kami dan menceritakan apa yang telah kami alami selagi bertenda dipegunungan itu. Kebetulan yang punya warung asli penduduk sana dan tau percis cerita-cerita dipegunungan itu dimana tempat kami berkemah.
Bapak-bapak yang punya warung dengan umurnya yang setengah baya itu tertawa-tawa membuat kami keheranan lagi.
"Dek... Kejadian yang barusan dialami tadi malam kalian itu sering terulang beberapa kali, banyak pendatang yang berkemah disana bercerita seperti kalian tadi." Kata pak warung itu dengan membeberkan dan menjelaskan cerita sebenarnya tentang sosok pocong itu.
Kami pun pulang dengan membawa pengalaman yang sungguh penuh tantangan ketakutan.

Cerita Aneh pada Pendakian Gunung Lawu

suara miaw
Cerita Aneh pada Pendakian Gunung Lawu

Waktu itu, angkatan senior saya (sebut saja namanya Mahmud) mempersiapkan pendakian. Lantaran tujuannya semi refreshing menjelang UAS, mereka memilih gunung yang relatif gampang. Untuk itulah, gunung Lawu menjadi tujuan. Sebagai informasi, gunung di perbatasan Jateng-Jatim itu menjadi ajang latihan sebuah korps pasukan elit kebanggaan bangsa ini. Wajar saja kalau jalurnya relatif damai & bersahabat karena setiap tahun selalu diperbarui. Beda dengan Ciremai di Jawa Barat, Slamet di Jawa Tengah, atau Semeru di Jawa Timur. Di ketiga gunung itu, pendaki biasanya mengikuti jalur air karena itulah jalur yang tersedia secara alami. Jalur lain biasanya harus membuka sendiri atau mengikuti bekas jalur dari kelompok lain.
Mahmud dan rekan-rekan semuanya berlima. Biasanya jumlah rombongan naik gunung selalu genap, karena ada semacam pantangan untuk jumlah anggota ganjil. Katanya nanti jumlah rombongan akan digenapi oleh makhluk astral. Tapi saat itu mereka cuek karena memang tidak berniat buruk. Lagipula, gunung adalah ciptaan-Nya yang selalu tersedia untuk dikagumi. Kenapa harus pusing dengan segala macam pantangan? Begitu mereka berpikir. Mereka memang datang dari keluarga dengan latar religi yang cukup kokoh. Mahmud menempuh pendidikan pesantren saat usia SD, sementara Leki — teman sekosan Mahmud yang juga ikut saat itu — adalah anak seorang pemuka agama di Kabupaten paling selatan di DIY.
Sementara ketiga personil lain mahasiswa biasa. Tarso adalah teman seangkatan Mahmud beda jurusan yang lebih sering nongkrong di sekre sampai malam sambil membunyikan gitar dan menenggak minuman dari botol bergambar pria bertopi. Mahmud jarang mengikuti kegiatan lapangan meski juga anggota. Capung anggota mapala dari divisi panjat. Ia lebih sering mengakrabi dinding dan tebing ketimbang pendakian yang menghabiskan waktu minimal 2 hari. Personil terakhir, Anto, seorang mahasiswa galau yang selalu asyik menembak cewek tanpa pernah diterima. Ia sedivisi dengan Capung.
Mereka berangkat dari kota pelajar sabtu siang. Masa itu perkuliahan masih senin-sabtu, tidak seperti sekarang yang hanya 5 hari. Tujuannnya adalah base camp Cemara Kandang, yang letaknya kira-kira 5 km di atas obyekwisata Tawangmangu. Setiba di basecamp menjelang magrib, kondisinya terbilang sepi. Hanya ada 1 rombongan lain dari Jatim yang juga akan mendaki. Lantaran saat itu kebetulan sedang bulan puasa, Mahmud dkk memutuskan berangkat setelah berbuka. Sementara untuk tarawih dan makan besar akan dilakukan di pos 2, yang biasanya tersedia air. Maklum, mendaki dengan perut terisi penuh setelah berbuka sangat tidak dianjurkan dari segi kesehatan. Bisa-bisa terjadi kram karena tenaga terbagi-bagi antara sistem pencernaan dengan sistem gerak.
Mereka berbuka dengan roti dan minuman hangat, lalu segera beranjak dari basecamp sebelum waktu isya. Perjalanan cukup lancar. Sejam berlalu, sampailah mereka di pos 2 alias pos air terjun/pos kawah. Lawu memang tidak memiliki kawah di puncak, melainkan di lerengnya. Di sana mereka membuka nasi bungkus yang dibeli dari warung di dekat basecamp. Usai makan, Leki mengajak menunaikan shalat isya sekaligus tarawih. Shalatlah mereka berlima dengan outfit lengkap (sepatu, slayer di leher, jaket) Gunanya jelas menahan dingin. Jangan heran, saat kemarau suhu lereng gunung bisa lebih dingin ketimbang penghujan karena angin kemarau lebih kencang.
Shalat isya dipimpin Mahmud dan ia akhiri dengan salam, seperti biasa. Saat itu tidak ada keanehan. Berikutnya 4 rakaat pertama tarawih dipimpin oleh Leki. Saat ia mengucap salam, tiba-tiba terdengar suara bergemuruh ikut mengucap salam di belakang shaf makmum. Suaranya seperti sangat banyak, sampai seramai jamaah shalat ied. Leki segera berbalik dan menghadap teman-temannya. Namun yang ia lihat ya hanya para personil pendakian. Di belakang mereka tidak ada siapa pun, hanya gelapnya hutan tanpa cahaya. Tarso, Capung, dan Anto, saling berpandangan dengan gemetar. Mereka bertiga memang bukan divisi gunung hutan, jarang menghadapi kondisi alam secara langsung. Baru kali itu mereka mengalaminya, biasanya hanya mendengar dari cerita-cerita.

Diikuti setan

suara miaw
Diikuti setan
Hay saya Mazlan, saya tinggal di Sulawesi Selatan tepatnya di kabupaten Bone. Saya mau berbagi pengalaman pribadi nich yang sampai sekarang tidak bisa hilang dari pikiran
saya. Kejadiannya terjadi tepatnya pada bulan Desember 2010. Waktu itu pas malam Jumat saya pergi untuk memperbaiki memori hp teman saya di kampung sebelah, kira2 waktu itu saya berangkat jam 7 malam. Awalnya sich saya tidak ngerasain apa2 waktu lewat perbatasan kampung yang gelapnya minta ampun, nggak ada rumah hanya semak belukar yang dilihat di samping kiri dan kanan jalan. Jam setengah 8 saya sampai di tempat tukang service hp itu, dan momorinya selesai sekitaran jam 10, tapi saya cerita panjang lebar sebelum memutuskan pulang. Jam sudah menunjukkan pukul 11.45 dan saya putuskan untuk pulang karena saya udah merasa takut berjalan terlalu larut malam. singkat cerita... pas di tengah jalan di perbatasan kampung, saya udah ngerasain hal yang aneh, tiba-tiba ada suara batu menggelinding di belakang saya. Awalnya saya nggak peduliin karena hal kayak gitu udah sering terjadi di tempat itu, tapi makin lama suara itu makin mendekat. Pas saya balik badan nggak ada kelihatan, mulailah keringat saya bercucuran. Saya mau lari tapi takutnya ketakutan saya makin bertambah, jadi saya putusin untuk berhenti sejenak. Tapi bukannya hilang, suara itu malah berubah menjadi suara orang memanggil2 tapi nggak jelas siapa yang dipanggil. Saya mulai merinding nggak karuan. Tak lama kemudian saya lanjutin perjalanan pulang. Tapi tiba-tiba suara itu terdengar semakin dekat, padahal saya udah putar yasin di hp saya. Sialnya hp saya malah kehabisan baterai, jadi tambah sunyilah suasana dan suara jeritan itu makin dekat. Pas saya balik badan astagfirullah saya melihat sosok yang sangat menyeramkan, sosok itu nggak mempunyai wajah hanya rambut yang sampai ke tanah tapi kakinya tidak menyentuh tanah... Spontan saya lari sekencang- kencangnya tanpa memperdulikan dia ngikutin atau tidak, yang jelas saya harus segera sampai di rumah secepatnya. Tapi setan itu bukannya pergi, dia malah ngikutin saya sampai tiba di ujung perbatasan yang udah rumah.
Disitu saya mulai memperlambat lari karena saya lihat ke belakang dia udah nggak ada, pikirku mungkin dia nggak berani sampai di tempat yang terang. Saya mulai berjalan menuju ke rumah dengan tanda tanya besar di kepala, bertanya2 pada diriku sendiri makhluk apakah yang tadi itu. Saya mulai merasa lega karena saya udah berada di depan rumah. Tapi malang tak bisa di tolak... Pas saya menginjakkan kaki di tangga, tiba-tiba bulu kuduk saya kembali berdiri. Benar saja, baru menginjakkan kaki di anak tangga yang ke tujuh tiba- tiba kaki saya di tarik. Pas saya lihat, tampak tangan dengan kuku yang sangat panjang memegang kaki saya. Waktu itu saya mau teriak tapi nggak bisa, seakan2 suara saya di redam. Saya mulai membaca ayat kursi dalam hati dan akhirnya tangan itu terlepas. Saya langsung bergegas masuk ke rumah dan menuju kamar. Waktu itu orang2 di rumah udah pada tidur. Saya langsung membaringkan tubuh di atas tempat tidur berharap ini hanya mimpi. Tapi apa yang saya dapat... setan itu malah muncul di hadapan saya sambil melayang, dan kini mukanya jelas sekali saya tatap tampak hancur dan penuh dengan ulat2 yang menjijikkan. Saya mau teriak, tapi seperti tadi suara saya tidak bisa keluar, jadi saya berpikir jika memang hantu ini ingin membunuh saya silahkan, yang jelasnya saya tau saya lebih mulia dari pada dia, jadi saya baca semua ayat2 al-
Qur`an yang saya hafal. Akhirnya dia menghilang dan tak kembali lagi, sayapun tidur dengan rasa takut tingkat tinggi... Keesokan harinya saya nggak berani cerita pada orang lain termasuk keluarga saya, cukup saya yang tau sendiri. Mulai saat itu saya bertekad tak akan takut lagi walau hal semacam itu terulang lagi... Itulah yang bisa saya bagikan ke teman-teman semua, pengalaman pribadi saya yang benar2 nyata. Makasih sebelumnya maaf kalau ceritanya tidak seram. Sebenarnya kejadian kaya gini bukan pertama kalinya saya dapatkan, udah sering, tapi berhubung saya udah capek mengetik jadi sampai di sini dulu yah cerita saya. Wassalamu Alaikum WR.WB

Mimpi Yang Mengajakku

suara miaw
Mimpi Yang Mengajakku

.Hay, nama gue Prasdika. Mau share pengalaman pribadi nih. Okhe langsung aja yaa. Kejadiannya pas gue masih kelas 2 SMA, untuk tepatnya tanggal berapa gue udah lupa. Yang gue inget cuma harinya doang, yaitu hari Selasa. Waktu malam sekitar jam 8, gue masih berkutat dengan tugas sekolah. Sekedar info, waktu itu gue tinggal sama nenek yang berlokasi di Bima - Nusa Tenggara Barat . Setelah tugas selesai gue kerjain, akhirnya gue mutusin buat main ke rumah teman gue soalnya masih belum ngantuk banget. Puas main akhirnya gue balik ke rumah sekitar jam 12 kurang. Nah pas di jalan, gue
ngerasain ada yang aneh disekitar gue, ada suara-suara seperti manggil-manggil gitu yang walaupun samar tetapi jelas, Karena gue balik naik motor, jadi gue cuekin, dan emang sepanjang gue pulang ngelewatin daerah persawahan yang kurang lebih 1 Km baru masuk ke daerah permukiman. Setelah ngelewatin sawah itu baru suaranya ngga terdengar lagi. Sampe di rumah, kamar gue kerasa panas banget ngga kayak biasanya. Tapi mungkin gue orangnya cuek, ya ngga gue peduliin sama sekali. Selesai cuci muka gue langsung berbaring dan ngga lama gue langsung tidur. Nah pas lagi tidur ini, gue mimpi aneh banget. Di dalam mimpi gue, di rumah nenek gue ini seperti ada acara slametan, banyak banget orang pake baju hitam dengan kepala yang nunduk sambil ngobrol ngga jelas. Gue berusaha mendengar tetapi tidak pernah jelas apa yang dikatakan. Sampai akhirnya terdengar suara nenek gue manggil-manggil di depan rumah. Yang gue inget dalam mimpi gue itu nenek gue bilang "Jangan diikutin ya, jangan didengerin juga", begitu kurang lebih menggunakan bahasa daerah. Ngga lama setelah itu, ada yang manggil-manggil gue lagi. "Dik, papa mu dateng!". Pas gue liat di jalan depan rumah gue ada om gue yang nunjuk ke arah kiri. Saat gue noleh, bener aja ada papa lagi berdiri pake baju putih, gue inget banget kalau baju yang dipake tuh baju gue yang ada gambar tribal di bagian dada. Gue pun nanya, "Papa kapan dateng?", dan ngga ada jawaban, yang ada cuma senyum terus balik badan dan pergi. Arah yang papa tuju itu jalannya gelap banget, gue mangil-manggil papa tapi ngga dijawab. Pas gue pengen kejar, om gue langsung nangkep tangan gue dan narik gue supaya gue ngga ngejar papa. Sambil teriak-teriak gue bilang "Papa jangan pergi", tapi om gue bilang dalam mimpi "Jangan di kejar, itu setan, niatnya jahat banget, dia pengen ngajak kamu". Gue pun masih teriak-teriak dan bilang kalau itu bener papa. Akhirnya perlahan papa dah ngga keliatan di tempat gelap tadi. Seketika nenek gue di sebelah gue dan megang tangan gue sambil bilang "Syukur kamu ngga diajak". Setelah itu seingatnya, gue langsung terbangun dan gue liat jam di dinding nunjuk ke arah jam setengah 5 pagi. Disaat bangun dada gue berdegup kenceng banget. Karena takut terjadi apa-apa, gue langsung nelpon papa. Hati gue lega banget pas telponnya di angkat dan kebetulan papa habis sholat subuh. Setelah gue sholat subuh gue sempetin cerita ke nenek gue, ngga tau kenapa pas gue habis cerita nenek gue agak panik gitu sambil bilang "Untung kamu ngga ikutin, alhamdulillah". Dan malamnya nenek gue bikin acara slametan gitu dan gue ngga ngerti apa maksudnya. Semakin gue dewasa, akhirnya gue paham apa yang dimaksud nenek gue. Mungkin kalau gue ikutin papa yang ada di dalam mimpi gue, bisa jadi gue ngga bakal ada sekarang ini. Sekian cerita gue, sorry kalau tulisannya ngga jelas atau ceritanya ngga masuk kriteria serem.

Pesan Terakhir

suara miaw
Pesan Terakhir

Assalamu`allaikum Wr.Wb
Hy teman semua salam kenal, saya Rasty (maaf ya nama panggilan aja supaya lebih enak). Saya juga baru nge-post cerita ini jadi mohon bantuannya ya, dan maaf kalau masih agak kacau penulisannya, maklum cerita pertama.. Jadi gini ceritanya, waktu itu umurku kalau ga salah sekitar 5-6 tahun, saya tinggal di Purwakarta tepatnya di kontrakan sekolah SD atau rumah dinas gitu lah. Disana cuma ada keluarga saya dan tetangga di pinggir kanan yang merupakan teman ayah sesama PNS. Saya udah tinggal disana dari umur 9 bulan an, dan saya juga ga tau pasti kapan teman ayah (kita panggil saja namanya bapak Ahmad) tinggal disana. Saya akrab banget sama bapak Ahmad, dan bapak Ahmad juga udah anggap saya seperti anaknya sendiri. Tapi waktu itu udah ga seperti biasanya, bapak Ahmad sakit dan saya tidak tau apa penyebabnya. Dua bulan kemudian bapak Ahmad ninggalin kita semua, dia di panggil Yang Maha kuasa. Sebelum pergi dia pernah berpesan kepada ayah dan ibu saya katanya dia mau minta tolong pengen di anterin ke rumahnya dan berterima kasih kepada ortu dan tetangga lain yang perhatian sama dia. Tapi karena saya masih kecil, saya tidak tau apa itu meninggal. Pas tetangga2 lagi pada sibuk2 nya ngaji dan mau persiapan mandiin almarhum, saya main ke kolam di pinggir rumah bapak Ahmad. Disitu lah saya merasa ada yang memanggil dan ternyata yang memanggil saya adalah bapak Ahmad. Saya senang sekali bahkan sampai saya peluk segala, dan dia ngajak saya ke ruangan kelas 4 di pojok yang sunyi. Disana dia cuma ngeliatin saya bermain2, lari2 dan saya pun bertanya "Bapak kenapa? katanya bapak meninggal?". Dia cuma tersenyum dan meluk saya sambil nangis, trus dia bilang "Bapak sayang sama neng, neng udah dianggap anak sama bapak. Bapak pengen neng jadi anak yang soleh, trus bisa banggain ayah sama ibu". Trus dia bilang lagi "Ya udah neng, sekarang pulang dan bilang sama ayah ibu bahwa bapak pamit". Setelah itu saya pulang dan saya tengok kebelakang dia melambaikan tangan, wajah nya terlihat sedih dan saya membalasnya, dan pas saya tengok untuk kedua kalinya dia udah ga ada. Pas saya bilang sama ibu saya, sontak ibu langsung kaget dan nangis, trus dia ngajak saya ke dalam rumah dan disana ada bapak Ahmad tersenyum sama saya dan memberi tau saya supaya saya tidak memberi tau orang lain kalau dia ada disana, di deket jasadnya

Mimpi Buruk (Nightmare)

suara miaw
Mimpi Buruk (Nightmare)

1:08 PM

Hello namaku iman, aku adalah seorang mahasiswa di sebuah universitas di Bandung, aku adalah salah satu orang yang sangat menantikan malam jumat, bukan untuk bersemedi atau melakukan ritual yang berbau gaib, tetapi untuk mendengarkan salah satu stasiun radio yang menyajikan cerita cerita mistis pengalaman nyata dari orang orang sekitar bandung, yang di mana motonya “Jangan Pernah Dengerin Nightmare Side Ini Sendirian” ya nama nya nightmare side di ardan radio.
Aku tidak peduli dengan motto nya itu, karena aku tidak pernah mengalami kejadian kejadian aneh setiap mendengarkan nightmare side itu sendirian. Itu hanya motto buat nakut nakutin anak kecil saja pikirku.

Seharian ini aku lelah sekali karena tugas tugas kuliahku yang begitu menumpuk. Kulihat jam sudah menunjukan pukul 10 malam, ahh akhirnya aku bisa mendengarkan nightmare yang sudah kunanti nantikan selama seminggu.
Kunyalakan radio dan mencari chanelnya, ternyata acaranya belum di mulai. Ketika mataku sudah mulai lelah menunggu dan akhirnya acaranya di mulai. Ku dengarkan ceritanya sambil tidur tiduran di kasurku. Ternyata sekarang sedang mengkisahkan seseorang yang bertemu dengan pocong di rumahnya sendiri. Kudengarkan cerita dan akhirnya tanpa sadar aku sudah memejamkan mata.

Sebuah suara membangunkanku, ya sebuah suara seperti orang mendengkur. Apa mungkin ayahku yang sedang tidur lalu mendengkur di kamar sebelah. Tapi setelahkudengarkan dengan seksama ternyata suara itu berat sekali dan tidak jauh dariku. Ketika itu juga kubalikkan posisi badanku, menengok ke arah lemari yang ada di ujung kamar. Terlihat sosok makhluk berwarna putih yang di bungkus kain sedang melihat ke arahku. “pergii perhii... mau apa kamu ke sini?” aku ingin keluar tapi pocong itu berada tepat di sebelah pintu, aku hanya berteriak teriak agar orang di rumahku mendengar dan menolongku.
Pocong itu tiba tiba berada di depanku, dengan mukanya yang sangat menyeramkan hitam kasar dan menatap kosong ke arahku.

“hah.. hah.. hah...” aku berusaha mengatur nafasku, ternyata itu hanya mimpi buruk. Kudengarkan radio masih memutar acara nightmare. Dan masih di cerita yang sama. Ternyata aku hanya tertidur beberapa menit saja.
Aku mematikannya karena aku sekarang menjadi ketakutan. Tubuhku mengeluarkan Keringat dingin. aku haus sekali rasanya ingin minum air putih dari kulkas. Aku keluar menuju dapur yang keadanya gelap karena lampunya di matikan. Aku menuju saklar lampunya dan “cetrek” kulihat sekilas ada bayangan putih melintas di atas meja makan. Tapi aku tidak terlalu memikirkannya. Karena mungkin itu hanya imajinasiku saja, karena aku baru saja bangun dari mimpi buruk tadi.
Aku membuka kulkas, mengambil botol air dan menungkan ke dalam gelas yang tadi aku bawa. Dan ketika itu aku merasa dingin dari arah belakangku. Harusnya kan yang dingin berasal dari kulkas di depan. Sekali lagi aku tidak memperdulikannya. Sampai ketika aku menutup kulkas dan membalikan tubuhku. Kulihat ada sesosok pocong, ya pocong yang sangat mirip dengan pocong di mimpiku tadi. Dia hanya berjarak beberapa cm dari muka ku. Baunya bau seperti bau bangkai busuk. Aku langsung terjatuh karena tidakkuat dengan bau dan wajahnya yang sangat menyeramkan, aku dapat melihat dengan jelas matanya yang kotor dan sangat kering, biasanya manusia normal matanya selalu berair. Tapi ini menyeramkan sekali. Aku teridam beberapa saat, badanku seperti mematung, suaraku seperti tertahan, tidak dapat berteriak sedikitpun.
Setelah cukup lama pocong tadi menghilang bagai angin menuju kearah luar. Akupun akhirnya dapat menggerakan badanku. Aku menggedor pintu kamar orang tuaku. Dengan wajah bingung ayahku membukakan pintu sambil aku menceritakan bahwa aku melihat hantu pocong tadi.
Ayahku mengecek seluruh penjuru rumah, tapi makhluk itu sepertinya sudah pergi.ayahku juga tidak percaya terhadap apa yang aku lihat tadi. Katanya itu mungkin hanya imajinasiku saja karena tadi mendengarkan nightmare. Aku hanya bisa terduduk lemas.
Keesokan harinya aku bercerita pada temanku di kampus, ia juga adalah salah satu pendengar setia nightmare side. Katanya jika kita mendengarkan nightmare side sendirian mereka makhluk halus juga akan ikut mendengarkan bersama kita, karena mungkin mereka merasa terpanggil dengan nama nama makhluk halus yang ada di cerita.

Coprights @ 2016, Edited By Taufiq Nugraha| Templatelib